Menulis dengan Perspektif Kritis Bukan Sekedar Pekerjaan “Teknis”

publication date 2023-04-04 05:26:25

author Dinda Ahlul Latifah

IRE Training Center melaksanakan pelatihan penulisan artikel ilmiah untuk mahasiswa dan umum pada tanggal 16-17 September 2022 di Joglo Winasis IRE Yogyakarta. Pelatihan tersebut melibatkan beragam elemen mahasiswa, pemuda dan para pegiat literasi dari berbagai wilayah di Nusantara. Direktur Eksekutive IRE Yogyakarta, Dina Mariana, mengatakan bahwa pelatihan ini harapannya tidak sekedar menjadi ajang pelatihan teknis-pragmatis. Namun mampu menjembatani ruang dan wadah bagi berkembangnya komunitas epistemik yang kritis, terutama bagi para pemuda dan pemudi di Yogyakarta.

Pelatihan yang berlangsung selama 2 hari ini difasilitasi dan dipandu oleh A.B Widyanta, Dosen Fisipol UGM sekaligus Panel AhlI IRE Yogyakarta. Pada pelatuhan hari pertama, Bung AB begitu ia akrab disapa, memantuk forum diskusi dengan pembahasan dialektis yang reflektif tentang menulis. Ia mencoba mengkontekstualisasikan kebutuhan kita sebagai manusia untuk dapat terhubung dan berkomunikasi dengan satu sama lain,  salah satunya melalui tulisan.  Menurut Bung AB, kita madalah makhluk simbolis yang seringkali berhadapan dengan bahasa.

“Kita adalah makhluk simbolis. Sejak lahir kita sudah berhadapan dengan bahasa. Bahasa yang paling awal adalah bahasa ibu. Kita kemudian dihadapkan pada pembentukan bahasa yang lebih formal, seperti baca dan tulis. Kita belajar untuk dapat menyampaikan apa yang kita pikirkan ke dalam bahasa lisan maupun tulisan” Ungkapnya

Menurut Bung AB menulis itu adalah seni. Seperti sedang menganyam, tepatnya menganyam makna. Kita berupaya merapikan dan menata apa yang ada digagasan kita. Kita melakukan sistemasi dan strukturisasi. Apa yang kita pikirkan akan kita runut sehingga dapat disampaikan  pada orang dan mudah dipahami. Sehingga menulis dapat dikatakan sebuah komunikasi yang terstruktur,tidak bisa spontan. Berbeda dengan komunikasi verbal. Jadi, hal dasar yang perlu kita lakukan ketika ingin belajar menulis adalah untuk belajar mengungkapkan gagasan/pikiran secara terstruktur. Menulis seperti menganyam makna. Jadi kita merapikan bahwa apa yang ada di gagasan kta disistemaisasi, distruktruliasai, dibuat runut, sehingga ketika disampaikan kepada orang lain. Itu akan mudah dipahami.

 

6 Fakta Menulis Menurut Bung AB

Menurut Bung AB setidaknya ada 6 fakta menarik tentang menulis:  Pertama, menulis itu sulit bagi sebagian besar orang. Nyatanya memang tidak semua orang dapat dengan mudahnya mengungkapkan ide atau gagasannya dalam tulisan. Kemampuan menulis seseorang juga dipengaruhi oleh kebiasaannya dalam menyampaikan gagasan dan mengkomunikasikan idenya, Merangkai pikiran ke dalam kata hingga bahasa. Sulit bukan berarti tidak bisa, ini semua tentang membangun kebiasaan dan latihan. Kedua, menulis itu proses yang terus betumbuh, bukan ujug-ujug. Bung AB mengatakan bahwa tidak ada penulis langsung lahir dengan kehebatan menulis yang terberi begitu saja. Menulis juga adalah keahlian yang harus terus diasah dan terus bertumbuh kembang. Sehingga, proses  membaca, berdiskusi, belajar menyampaikan gagasan dan menatanya menjadi kata dan bahasa yang tersistemasi akan membuat keahlian untuk menulis menjadi skull yang menubuh dan mengalir. Ketiga, menulis itu harus dipraktikah, Bukan dipikirkan. Jika kita hanya berpikir bahwa menulis itu sulit tanpa mencoba mempraktikannya, bagaimana mungkin kita bisa membangun skill dan kapasitas untuk  menulis. Berhentilah berpikir bahwa menulis itu sulit, dan mulailah mempraktikannya. Keempat, menlis itu sama seperti seni. Dia adalah kecakapan ydan keterampilan yang juga melibatkan pikiran dan perasaan. Sehingga, menulis dapat dikatakan sebagai proses menganyam makna. Kelima, menulislah dahulu kemudian nilai belakangan. Jangan takut salah atau jelek dalam menulis, tuliskanlah dulu gagasan yang kita pikirakan. Proses penilaian atau pengeditan dapat kita lakukan dibelakang. Tidak harus sekali menulis langsung sempurna, ada proses dan tahapan yang harus dilewati. Keenam, semua penulis dasarnya adalah pembaca. Bagaimana mungkin kita bisa menulis jika kita tidak suka membaca? Dengan banyak membaca kita akan memiliki ragam kekayaan referensi dan cakrawala bahasa. Membaca membantu kita mendapatkan clue ketika sedang mandeg atau terjebak. Meski topik yang kita baca itu berbeda dari apa yang kita tulis, tapi bisa jadi ada cara pandanng atau perspektif yang terkoneksi.

Bung AB menambahkan bahwa ketika belajar menulis, meniru itu diperbolehkan. Tidak ada gagasan yang benar-benar orisinil ungkapnya. Kita perlu menemukan penulis idola. Coba tuliskan dan camkan kutipan yang bermakna darinya, hal itulah yang akan mendorong dan menginspirasi kita untuk menghidupkan gagsan melahirkan tulisan.

Menulis dengan Perspektif Kritis: Membangun Keberpihakan, Mengadvokasi Melalui Tulisan

Materi penulisan yang disampaikan Bung AB tentang menulis tidak sekedar materi teknis dan praktis, lebih dalam Bung AB justru banyak mengajak peserta untuk melakukan refleksi dan dialektika. Bahwasnya menulis bukan sekedar pekerjaan teknis, tujuan penulisan sesungguhnya juga dapat menunjukan “keberpihakan” penulis. Tulisan yang kita bangun dapat menjadi sebuah alat advokasi. Dalam konteks IRE, menulis juga dekat dengan advokasi, gerakan hingga pemberdayaan.

Bung AB memperkenalkan 2 metode menulis, yakni metode deduktif-induktif dan indukif-deduktif.  Setidaknya perbedaan dalam 2 metode ini terletak pada, pertama: metode deduktif-induktif seringkali berangkat dari balik meja. Memakai bantuan dari cara pandang oranglain. Deduktif memiliki ciri positivistikm dekat dengan natural science dan biasanya prosesnya akan dikuantifikasi. Subjek riset dalam penelitian ini biasanya disebut responden yang diminta untuk menjawab pertanyaan tertutup, “ya” atau “tidak”. Padahal dunia ini tidak sesederhana Ya atau Tidak. Angle dari metode ini biasanya cenderung melanggengkan sistem.

Sedangkan, metode induktif-deduktif seringkali berangkat dari temuan dan pengalaman di lapangan. Hasil dari kumpulan informasi yang kita lihat dan kita observasi. Biasanya kita belum menentukan apa teorinya, tapi kita sudah memiliki gambaran nyata dan konkret dari temuan kita, tentang permasalahan di lapangan, tentang suara orang-orang yang kesulitan. Karakter dari metode ini  adalah kualitatif. Maka data yang kita dapat biasanya adalah data tentang hasil wawancara soal ekplanasi (penjesalan,  soal sitaksi, soal paparan, deksirpsi dari penjelasan. Subjek dalam riset ini biasanya disebut narasumber yang memiliki kebebasan untuk dapat bercerita dan menjawab pertanyaan secara terbuka. Kita akan punya perspektif kritis kalau berangkat dari metode induktif. Riset kita dilatih untuk berpihak pada mereka yang terpinggirkan dan termiskinkan. Kita akan belajar untuk tidak mensimplikasi masalah menjadi sekedar Ya atau Tidak.

 

 

Untuk memulai riset dan menulis dengan perspektif kritis, kita bisa memulai dari keresahan dan concern yang kita miliki. Kita dapat berangkat dari pengalaman di lapangan. Misalnya kita bisa ambil contoh tentang kenaikan harga BBM. Apa yang bisa kita tulis tentang kenaikan BBM? Jika berangkat menggunakan perspektif kritis, kita dapat mulai mendengarkan  dan menyuarakan suara mereka yang terdampak kenaikan harga BBM. Kita dapat menangkap suara mereka sebagai subjek, menjadi basis dari bahan kepenulisan untuk kita analisis.

Pelatihan ini memang tidak sekedar jadi ruang trasnfer pengetahuan teknis dan praktis. Para peserta yang datang dari berbagai penjuru di nusantara ini juga akhirnya dapat berbagi pengalaman mengenai temuan permasalahan yang mereka temui di kampung halamannya. Setelah sharing reflektif-dialektis dari Bung AB, para peserta kemudian difasilitasi untuk menemukan dan mengembangkan gagasan dan rencana topik penulisan yang akan dibuat, tentunya berangkat dari keresahan, concern dan pengalaman pribadi.

Pelatihan ini memang hanya berlangsung selama 2 hari, namun para peserta berupaya untuk menjaga komitmen dalam melanjutkan proses pengembangan gagasan dan penulisan. Pada akhir sesi pelatihan, Dina Mariana selaku Direktur Eksekutif IRE Yogyakarta kembali menegaskan bahwa pelatihan ini melampaui tujuan pragmatis atau teknis. Harapannya para peserta yang hadir dapat saling terhubung menjadi komunitas epistemik, IRE selalu terbuka sebagai ruang dan rumah untuk berdiskusi dan berdialektika.

 

 

 



 

IRE Update Terkait

14 April 2023

Cover

Penguatan Desa dan BUM Desa di 20 Desa di Kalimantan Utara

Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta bersama dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) menginisiasi kerja...

24 May 2023

Cover

Politik Birokratik dalam Pemilu

Pemilu dan Lakon BirokratPemilu serentak 2019 memosisikan Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia dengan s...

06 February 2023

Cover

IRE Yogyakarta Bekerjasama dengan UGM menginisiasi KKN-KIBAR

Universita Gadjah Mada berkerjasama dengan Institute for Research and Empowerment dan Akademi Salam Bantul meluncurkan Program KIB...

12 April 2023

Cover

IRE Next-Generation: Wahana untuk Belajar dan Bertumbuh Bersama

Sejak tahun 1994, Institute for Research and Empowerment (IRE) hadir dengan bekal perspektif kritis, mempunyai mandat penelitian d...
Lihat Selengkapnya