Lompat ke konten

Potret Parlemen Pasca Pengesahan UU MD3

Latar Belakang
Di tengah perhatian publik tersita pada agenda pemilihan presiden 2014-2019, Dewan Perwakilan Rakyat baru saja mengesahkan UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD 3) pada 8 Juli 2014. Regulasi ini merupakan pengaturan yang krusial dalam tata kelembagaan parlemen di Indonesia karena yang diatur menyangkut lembaga MPR, DPR, DPRD dan DPD. Lebih dari itu, materi regulasi UU MD 3 ini sangat penting karena menata hubungan antar kelembagaan untuk mendorong adanya keseimbangan politik dalam parlemen antara DPR dan DPD. Juga, untuk mengatur kinerja anggota parlemen.
Pentingnya regulasi dan materi dalam UU MD 3 tersebut terlihat dari alotnya sidang paripurna yang mengesahkan UU MD 3. Tercatat ada tiga fraksi yang memutuskan walk out dari sidang paripurna tersebut yakni fraksi PDI-Perjuangan, fraksi PKB dan fraksi partai Hanura. Ketiga fraksi tersebut walk out dan menyatakan tidak ikut bertanggung jawab atas keputusan pengesahan UU MD 3 yang baru. (Kompas, 9 Juli 2014).
Upaya mempercepat pengesahan UU MD 3 ini tampaknya lebih karena faktor politis dan tidak mempertimbangkan secara matang bagaimana mendesain kelembagaan parlemen maupun mendorong peningkatan kinerja anggota parlemen. Yang paling kentara menjadi perdebatan tampaknya bukan bagaimana mendorong akuntabilitas kinerja anggota parlemen tetapi lebih pada tata cara pemilihan ketua DPR yang bergonta-ganti antara pemilik suara terbanyak dan pemilihan diantara anggota DPR.
Selain itu, isu lain yang menjadi perhatian publik adalah pasal 224 tentang hak imunitas anggota DPR. Pasal tersebut dianggap berbagai pihak memberi perlindungan hukum yang luar biasa bagi anggota parlemen. Pasal 224 ayat 5, 6 dan 7 juga menyebutkan bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan dari Mahkamah Kehormatan Dewan. Jika tidak ada persetujuan, maka surat pemanggilan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum atau batal demi hukum. Pasal ini dianggap mempersulit upaya penegakan hukum dan cenderung melindungi anggota DPR yang terlibat masalah hukum.
Mempertimbangkan pemikiran di atas, maka dipandang perlu adanya diskusi mendalam diantara kalangan masyarakat sipil yang selama ini memiliki perhatian terhadap isu-isu yang berkembang di dalam UU MD 3 tersebut. Pertemuan ini akan membahas berbagai isu yang berkembang di dalam revisi MD 3 dan sekaligus melihat bagaimana potret parlemen mendatang dengan mengacu pada UU MD 3 yang baru saja disahkan.
Tujuan Diskusi
1)    Melihat potret parlemen dan kinerja anggota parlemen pasca pengesahan UU MD 3
2)    Mengidentifikasi isu-isu krusial dalam UU MD 3;
3)    Mendiskusikan pengalaman advokasi masyarakat sipil dalam revisi UU MD 3.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.