Undang-undang pemilu di Indonesia berubah setiap kali pemilu. Lima kali pemilu pasca Orde Baru menggunakan undang-undang yang berbeda. Pembahasan RUU Pemilu umumnya berlangsung sengit karena melibatkan tarik-menarik kepentingan di antara partai politik melalui para wakilnya di DPR dengan usulan pemerintah, maupun masukan dari masyarakat.
Kewenangan DPR di bidang legislasi memungkinkan partai politik memiliki privilege untuk mengatur dirinya sendiri dalam kompetisi pemilu. Pengaruh perubahan sistem pemilu dari waktu ke waktu ini umumnya masih sebatas efektif pada sebagian komponen dari sistem kepartaian. Pasca pemilu tahun 1999, rekayasa kelembagaan sistem pemilu terhadap penyederhanaan sistem kepartaian relatif berhasil. Penggunaan dan kenaikan angka ambang batas (threshold), termasuk terakhir dengan penggunaan parliamentary threshold, setidaknya berhasil menggeser karakter sistem kepartaian dari pluralisme yang terpolarisasi (polarized pluralism) menuju pluralisme moderat (moderate pluralism).
Namun, pengaruh sistem pemilu terhadap peningkatan kualitas pemilu masih jauh panggang dari api. Pemilu 2014 memang tercatat menghasilkan beberapa capaian positif, setidaknya pada kenaikan partisipasi pemilih yang berhasil memutus tren penurunan partisipasi setelah Pemilu 1999. Sayangnya, capaian ini menjadi tercoreng karena marak dan vulgarnya praktik politik uang dalam proses kompetisi pemilu.
Download Buku Partai Politik Uang Dan Pemilu DISINI