Lompat ke konten

Inovasi Pengembangan BUM Desa: Menjadikan Tantangan Sebagai Peluang

  • oleh

Alur Pendirian BUMDesa

Bila dicermati, ada aneka motif di balik berdirinya Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Ada, misalnya, desa yang mendirikan BUM Desa dengan tergesa-gesa sekadar untuk menggugurkan “kewajiban” pemerintah daerah. Di desa lainnya alasan kehadiran lembaga ekonomi desa ini bahkan sangat sepele: demi lomba antar desa. Padahal, UU No. 6 Tahun 2015 tentang desa memandatkan pembentukan BUM Desa sebagai badan pengelola potensi dan aset desa untuk kesejahteraan bersama, memajukan perekonomian masyarakat desa, serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional.

Akibatnya, meskipun sekarang telah banyak BUM Desa yang berdiri, tidak banyak yang berhasil menjadi lembaga ekonomi sebagaimana dimandatkan oleh UU Desa. Pengembangan BUM Desa yang sesuai dengan mandat UU Desa memang bukan perkara mudah. Banyak persoalan, tantangan, dan hambatan yang dihadapi oleh desa dalam pengembangan BUM Desa saat ini, baik dari aspek kebijakan dan program, pelembagaan BUM Desa, hingga pengelolaan usahanya. Tantangan dan hambatan itu harus diatasi dengan memanfaatkan berbagai peluang dan kesempatan yang tersedia.

Permasalahan dan Tantangan BUM Desa

Selama melakukan berbagai kajian, pelatihan, dan pendampingan BUM Desa, IRE menemukan sejumlah masalah dan tantangan utama yang dihadapi oleh desa yang akan mendirikan atau mengembangkan BUM Desa. Tantangan pertama dan paling utama adalah rencana pengembangan BUM Desa yang belum terintegrasi dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa), terutama dalam bidang pelaksanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat.

Seringkali BUM Desa didirikan di luar konteks perencanaan desa. Misalnya, BUM Desa didirikan sekadar untuk menggugurkan “kewajiban” yang diperintahkan oleh pemda atau didirikan untuk lomba desa. BUM Desa belum menjadi aksi kolektif masyarakat dan pemerintahan desa untuk menjadi lembaga ekonomi desa yang akan membawa perekonomian desa menjadi lebih baik.

Tantangan kedua adalah kurangnya komitmen dari pemerintahan desa. Ini karena pengembangan BUM Desa belum menyatu dengan arah pengembangan ekonomi desa. Akibatnya komitmen dari pemerintahan desa dalam pengembangan BUM Desa menjadi diragukan. Padahal BUM Desa akan sulit berkembang tanpa dukungan komitmen dari pemerintahan desa, baik dalam bentuk penyerahan pengelolaan aset strategis di desa, pembinaan dan pengawasan, maupun penyertaan modal untuk BUM Desa. Aset strategis di desa seperti pasar desa, tanah kas desa, dan aset desa strategis lainnya seringkali masih dikelola oleh perangkat desa, bahkan disewakan kepada pihak luar.

Ketiga, adanya konflik kepentingan antara pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan pengelola BUM Desa. Konflik kepentingan ini biasanya terjadi ketika proses pendirian BUM Desa tidak dilakukan melalui musyawarah desa, untuk membangun kesepakatan aksi kolektif pengembangan ekonomi desa. Penyebab lainnya adalah perbedaan pemahaman dan tidak berjalannya komunikasi di antara pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan pengelola BUM Desa.

Keempat, kewenangan desa dalam mengelola aset masih belum jelas. Banyak aset yang dibangun di desa tetapi belum diserahkan pengelolaannya ke desa. Misalnya, pasar desa yang dibangun oleh pemerintah, tambatan perahu yang dibangun pemerintah, tempat pembuangan sampah yang dibangun pemerintah, dan lain-lain. Aset-aset tersebut seringkali belum diserahkan kepada desa sehingga belum bisa dikelola. Ketidakjelasan kewenangan desa dalam pengelolaan aset ini mengakibatkan desa, melalui BUM Desa, belum bisa mengoptimalkan pemanfaatan aset tersebut.

Kelima, BUM Desa didirikan tanpa melalui kajian dan rencana usaha (bussines plan). Banyak BUM Desa belum berjalan atau beroperasi karena ketika didirikan belum memiliki rencana usaha yang jelas. Kondisi ini terjadi karena kurangnya kapasitas dalam mengidentifikasi aset dan potensi desa yang layak dikembangkan menjadi unit usaha BUM Desa.

Keenam, rendahnya kapasitas dalam pengelolaan usaha. Pengelolaan usaha BUM Desa membutuhkan pengetahuan dan keterampilan manajemen profesional. Namun kebutuhan akan sumber daya manusia tersebut saat ini masih sulit diperoleh di desa karena SDM yang ada sudah terserap ke pemerintahan desa dan bekerja di sektor swasta. Akibatnya, seringkali BUM Desa tidak mendapatkan SDM yang mampu mengelola usaha. Sementara itu upaya pemerintah untuk peningkatan kapasitas SDM yang ada juga masih terbatas.

Ketujuh, persoalan badan hukum BUM Desa. Walaupun sudah secara tegas diatur dalam UU Desa bahwa BUM Desa didirikan dengan peraturan desa dan unit usahanya dapat berbadan hukum atau belum berbadan hukum, namun hingga saat ini pengelola BUM Desa masih menghadapi hambatan dalam berelasi dan bertransaksi dengan para pihak. Hambatan ini muncul karena belum adanya pengakuan bersama para pihak tentang badan hukum BUM Desa, akibat belum adanya pemahaman dan kesepakatan bersama.

Kedelapan, BUM Desa masih berorientasi keuntungan dan belum berorientasi kesejahteraan (profit and benefit) bagi masyarakat. Keuntungan usaha masih menjadi target utama BUM Desa agar dapat memberikan hasil yang maksimal bagi pengelola dan pendapatan asli desa. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman tentang BUM Desa dan kesalahan dalam memilih jenis usaha dan memposisikan unit usaha di tengah-tengah aktivitas ekonomi yang dijalankan oleh masyarakat. Pilihan jenis usaha yang dijalankan oleh BUM Desa belum menyentuh kebutuhan pelayanan publik dan basis penghidupan masyarakat. Selain itu, BUM Desa belum melibatkan kelompok rentan dan marginal di desa baik, sebagai pengelola maupun penerima manfaat.

Pengembangan BUM Desa ke Depan

Delapan permasalahan dan tantangan di atas merupakan refleksi dari kajian dan pengamatan perkembangan BUM Desa hingga saat ini. Tentu saja masih banyak persoalan dan tantangan yang saat ini dihadapi berdasarkan situasi dan kondisi spesifik di masing-masing desa. Permasalahan dan tantangan tersebut tidak harus menciutkan niat untuk mengembangkan BUM Desa, tetapi justru memberikan arah perubahan dan perbaikan ke depan.

Pengembangan BUM Desa ke depan perlu diintegrasikan dan disinergikan dengan perencanaan pembangunan desa, yang di dalamnya memuat arah dan peta jalan pengembangan ekonomi desa. Desa perlu menyusun RPJM Desa yang peka terhadap pengembangan ekonomi lokal dan BUM Desa. Bahkan desa yang RPJM Desa-nya sedang berjalanpun perlu mereview RPJM Desa-nya, agar sesuai dengan arah pengembangan BUM Desa. BUM Desa harus menjadi aksi kolektif dan wahana untuk mencapai sasaran pengembangan ekonomi desa.

Desa harus membangun visi pengembangan ekonomi desa untuk memandu arah pengembangan BUM Desa dan mempertegas komitmen dari pemerintahan desa dalam bentuk penyerahan pengelolaan aset-aset strategis di desa kepada BUM Desa, pembinaan dan pengawasan BUM Desa, maupun penyertaan modal untuk BUM Desa.

Selain itu, desa harus memahami hakikat BUM Desa dan mampu membangun komunikasi dan koordinasi antara pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan pengelola BUM Desa sebagai kesepakatan aksi kolektif pengembangan ekonomi desa. Pemerintah desa dan pemerintah kabupaten harus segera mengindentifikasi aset-aset yang ada di desa dan menetapkan kewenangan desa dalam mengelola aset agar desa, melalui BUM Desa, dapat segera mengoptimalkan pemanfaatan aset tersebut.

Fungsi pembinaan oleh pemerintah desa dan pemerintah daerah harus dioptimalkan dan difokuskan pada pemahaman tentang visi dan orientasi BUM Desa, peningkatan kapasitas dalam mengidentifikasi aset dan potensi desa, penyusunan rencana usaha, dan peningkatan kapasitas manajemen usaha. Fungsi pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah kabupaten tidak boleh mengejar target kuantitas BUM Desa yang berdiri, tetapi seharusnya pada aspek kualitas BUM Desa. Pemerintah daerah dan pemerintah pusat perlu memfasilitasi komunikasi multipihak agar ada pemahaman dan kesepakatan bersama tentang badan hukum BUM Desa.

Pemerintah kabupaten harus meningkatkan kapasitas SDM dan kelembagaan untuk mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan program pengembangan ekonomi lokal dan BUM Desa. Pemerintah kabupaten harus mengintegrasikan program pengembangan ekonomi lokal antar organisasi pemerintah daerah (OPD) agar terjadi sinergitas program di desa. Selain itu pemerintah daerah dan para pengelola BUM Desa sebaiknya membentuk Forum Komunikasi BUM Desa sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, berhimpun, belajar, bertukar pikiran, menyampaikan aspirasi, mengkomunikasikan rancangan kebijakan, program dan kegiatan dari pemerintah.

Sukasmanto

Peneliti IRE

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.