
Sebagai sumber penghidupan di tingkatan yang paling basis, desa adalah masa depan bagi sebagian besar warga masyarakat Indonesia. Mendorong perbaikan untuk kehidupan desa yang sejahtera dan demokratis adalah salah satu cara merawat Indonesia. Dalam beberapa tahun perkembangan terakhir ini, kita memperoleh kabar gembira dan penuh optimis tentang masa depan desa, khususnya di Indonesia bagian timur yang selama ini menjadi mitra ACCESS. Desa yang sebelumnya bercorak komunal dan parokial secara perlahan didorong untuk menjadi desa sipil yang demokratis, emansipatif dan responsif dalam melayani warga.
Dalam menjalani riset kolaboratif dengan ACCESS, IRE menemukan tiga praktek baik yang kini mulai tumbuh di desa Indonesia bagian timur. Pertama, menguatnya akuntabilitas, transparansi dan responsivitas pemerintah desa. Hal ini ditandai oleh adanya kepemimpinan kepala desa yang pro perubahan. Kedua, kebangkitan representasi orgnisasi masyarakat sipil (OMS). Yang paling menonjol adalah bangkitnya organisasi perempuan dalam membangun keterlibatan dan akses terhadap tata kelola desa. Ketiga, hadirnya tradisi baru dan terlembaganya persenyawaan (engagement) dan mutual trust antaraktor dan antar institusi dalam desa. Hal ini tercermin dalam mendorong perencanaan pembangunan desa. Misalnya penyusunan RPJMDes yang melampaui formalisme.
Kepemimpinan yang pro perubahan, bangkitnya organisasi masyarakat sipil dan hadirnya tradisi baru persenyawaan antar aktor, antar institusi dalam desa makin mendorong adanya karakter desa sipil (civil village) yang menjadikan desa benar-benar bermanfaat bagi warganya. Kehadiran berbagai institusi dari luar itu membawa nilai-nilai baru seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan keseteraan gender yang pelan-pelan mengalami internalisasi dalam pemerintahan, perencanaan dan pengelolaan keuangan desa. Karena itu, desa sipil ini tumbuh menjadi institusi publik yang mampu melampaui institusi adat, komunal dan parokhial, bahkan mampu menembus karakter korporatis. Berbagai institusi dari luar itu tetap menghargai kearifan lokal, tetapi mereka mulai memperkenalkan perencanaan partisipatif yang membawa pemimpin dan masyarakat desa untuk mengalihkan diskusi dari isu-isu komunal dan parokhial ke dalam isu-isu publik seperti pelayanan, perencanaan dan keuangan.
Meskipun kekerabatan (parokhial) tetap bertahan di desa sipil tetapi pengaruh kekerabatan itu melemah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. BPD menjalankan fungsi check and balances terhadap kepala desa tetapi semangat kemitraan BPD dengan pemerintah desa tetap dijaga dengan baik. PKK tidak lagi menjadi institusi korporatis tetapi telah tumbuh menjadi basis politik representasi bagi kaum perempuan desa, dimana tokoh-tokoh perempuan menggunakan PKK untuk membangun kesadaran gender kepada kaum perempuan, memperjuangkan hak dan kepentingan anak dan perempuan.