Pendahuluan
Kamis, 18 Desember 2013 adalah hari bersejarah bagi desa, karena pada hari itulah Sidang Paripurna DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Desa (RUU) Desa menjadi UU yang kemudian diundangkan dalam lembaran negara menjadi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa tertanggal 15 Januari 2014.
Memasuki tahun kedua pelaksanaan UU Desa, isu seputar pendamping desa semakin menjadi perhatian masyarakat luas. Berbagai wacana kritis mulai mengemuka, agar profil pendamping desa bukan sekedar pelaksana proyek yang bersifat adiministratif dan prosedural teknis semata, sebagaimana tercermin dari berbagai proyek pemberdaaan desa yang berlangsung selama ini.
Memperhatikan peran strategis pendamping desa sebagai bagian dari mata rantai kesuksesan pelaksanaan UU Desa, IRE (Institute for Research and Empowerment) telah melakukan riset tentang pendampingan desa. Serangkaian kegiatan yang telah dilakukan terkait riset advokasi tersebut adalah: desk study, workshop dengan para expert, penelitian lapangan, dan workshop dengan para aktivis masyarakat sipil yang selama ini memiliki concern pada desa. Penelitian lapangan dilakukan di 6 kabupaten di Indonesia, yaitu Kabupaten Buton, Lombok Timur, Musi Rawas, Ambon, Sambas, dan Kulon Progo.
Kegiatan tersebut dilakukan berangkat dari pertama, desain kebijakan pendampingan desa hingga saat ini masih kabur, meski sudah lahir regulasi yang menaungi yaitu Permendes, PDT dan Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2015. Konsep pendampingan non organik yang dikembangkan dengan mendatangkan tenaga professional dari luar desa dinilai tidak sejalan dengan semangat UU Desa.
Kedua, instrumen pendampingan yang ada saat ini masih terkesan mentah dan belum benar-benar siap disajikan dalam rangka memandu para pendamping desa bekerja di desa. Tidak sedikit pendamping yang masih gagap dalam menggunakan instrumen ini. Modul maupun panduan yang ada pun masih dibuat seragam, sehingga tidak tepat untuk diterapkan di Indonesia yang memiliki keragaman rumpun budaya.
Ketiga, model pendampingan non organik yang ada saat ini menimbulkan beban pembiayaan yang cukup besar bagi keuangan negara. Selain itu juga berpotensi menimbulkan konflik di tingkat lokal, mengingat gaji seorang pendamping desa bisa beberapa kali lipat lebih besar dari gaji seorang kepala desa maupun perangkat desa lainnya.
Bercermin dari proses pendampingan desa yang sudah dikembangkan dan diimplementasikan hingga saat ini, penting untuk menata ulang konsep pendampingan yang lebih senafas dengan semangat mendorong kemandirian desa sebagaimana diamanatkan oleh UU Desa, atau dalam bahasa yang kerap dikampanyekan oleh IRE adalah mendorong lahirnya pendamping organik. Pendamping organik adalah pendamping yang lahir dari dalam desa, tumbuh dan berproses bersama di dalam desa.
Konsep pendampingan desa yang dikembangkan oleh pemerintah saat ini harus perlahan-lahan bertransformasi menjadi pendampingan organik, sehingga dalam masa transisi dibutuhkan penataan-penataan pada tiga level. Pertama, pada level sistem, dibutuhkan desain kebijakan pendampingan yang lebih jelas dan senafas dengan semangat memandirikan desa. Kebijakan dan regulasi yang ada harus benar-benar berpihak pada desa dan bersinergi dengan kebutuhan desa. Kedua, pada level kelembagaan perlu diperbaiki pola rekruitmen, model pendampingan hingga instrumen yang tepat sesuai dengan konteks lokal. Ketiga, pada level kapasitas, dibutuhkan pendamping yang memiliki loyalitas yang tinggi untuk membangun dari dalam desa bersama-sama dengan pemerintah desa dan masyarakat.
Dari Rangkaian kegiatan riset advokasi IRE telah menyusunnya dalam bentuk Policy Paper yang berisi tentang problematika pendampingan desa yang berlangsung sejauh ini dan model-model pendampingan yang direkomendasikan untuk mendesain pendampingan desa yang lebih memperhatikan konteks dan setting social yang dihadapi masing-masing daerah dan desa.
Tujuan
Diskusi kali ini bertujuan :
- Mengkomunikasikan temuan-temuan IRE terkait dengan problem-problem pendampingan desa yang berlangsung sejauh ini.
- Mengkomunikasikan rekomendasi kebijakan tentang model-model pendampingan desa yang memperhatikan konteks dan setting social di masing-masing daerah dan desa
Pembicara :
- Dr Abdur Rozaki (Koordinator Penelitian Pendampingan Desa)
- Totok Raharjo ( Sanggar Alam)
Waktu dan Tempat
Diskusi diselenggarakan pada :
Hari/Tanggal : Rabu, 29 Juni 2016
Jam : 14.00 – 17.30 WIB
Tempat : Joglo Winasis IRE
Palagan Tentara Pelajar KM. 9.5 Rt 01/RW 09 Ngaglik Sleman Yogyakarta 55581 Telp: 0274-867686, Email: office@ireyogya.org