Dalam konteks masyarakat yang semakin kompleks, inovasi dalam pelayanan publik, fasilitasi partisipasi masyarakat, hingga reformasi birokrasi merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihindari. Akan tetapi, selama ini upaya inovasi terganjal pada operasionalisasi: mulai dari pemetaan masalah, penyusunan strategi dan road map, membangun manajemen, pelaksanaan, sampai pada monitoring dan evaluasi.
Terlepas dari berbagai kritik, harus diakui bahwa itikad pemerintah daerah untuk melakukan inovasi sangat kuat dapat dilihat bagaimana pemerintah daerah sangat bersemangat untuk belajar dari daerah lain, bahkan dari luar negeri. Praktik yang baik dari daerah lain merupakan pengetahuan yang coba dipelajari dan diadaptasi untuk dipraktikkan.
Menyadari bahwa inovasi tidak bisa dilakukan seketika dan tiba-tiba, pemerintah pusat mencoba mendorong pemerintah daerah menerapkan strategi yang tepat dalam menarik dan mengelola pengetahuan tersebut. Secara khusus terkait dengan agenda reformasi birokrasi, Kementerian Pendayaangunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengeluarkan Peraturan Menteri (permen) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan. Permen PAN-RB ini adalah salah satu peraturan pelaksana Perpres 81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi dan PP 20/2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi.
Permen 14/2011 menjelaskan, “manajemen pengetahuan adalah upaya terstruktur dan sistematis dalam mengembangkan dan menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk membantu proses pengambilan keputusan bagi peningkatan kinerja organisasi.” Dari definisi tersebut sangat jelas bahwa manajemen pengetahuan merupakan langkah yang strategis untuk memberikan stok informasi kepada birokrasi baik di tingkat pusat maupun daerah.
*Ashari Cahyo Edi
Peneliti Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta
Studi S2 Kebijakan Publik di University of Delaware, AS