Paska jajak pendapat mengenai penentuan nasib sendiri pada tahun 1999, sekitar 250-280 ribu orang keluar dari Timor Timur ke Timor Barat. Setelah 14 tahun tinggal di Indonesia, khususnya di wilayah Timor Barat, ternyata masih banyak warga baru eks pengungsi Timor Timur yang tinggal di tempat pengungsian. Walaupun lembaga UNHCR maupun Pemerintah Indonesia sudah menghapus status pengungsi, pada kenyataannya masih banyak pengungsi yang tinggal di daerah pengungsian. Data terakhir yang dihimpun secara cermat oleh Pemerintah Kabupaten Kupang dngan dukungan UN Habitat, sekitar 3769 KK warga baru bertempat tinggal di 34 desa di Kabupaten Kupang. Dari 3769 KK tersebut hanya 1251 KK yang telah memiliki hak milik tempat tinggal. Sisanya, sekitar 2518 KK masih menempati lahan-lahan milik pemerintah, menyewa lahan warga lokal, menempati asrama dan lahan TNI AD, atau menempati rumah mertua, dan masih di kamp yang berdiri di atas lahan-lahan milik pemerintah. Selain itu, meskipun program perumahan dan pemukiman untuk warga baru sudah berlangsung sejak tahun 2003, tetapi persoalan perumahan masih tetap menjadi masalah. Persoalan mendasar tentang penyediaan tanah perumahan bagi warga baru di Kupang menjadi fokus policy paper ini.
Sesuai dengan hukum adat, sebenarnya ada mekanisme untuk menerima warga baru, akan tetapi, dalam konteks hukum adat pula, warga baru tidak memiliki hak untuk memiliki tanah kecuali memiliki hak pakai atau hak guna bangunan sehingga sulit mereka untuk mendapatkan akses tanah dan perumahan. Diperlukan kebijakan, dan program yang inovatif agar warga baru bisa memiliki rumah dan tanahnya. Solusi yang ditawarkan studi ini adalah pengembangan kawasan permukiman dengan konsep konsolidasi lahan-lahan komunal yang tidak mengurangi hak penguasaan komunal sekaligus juga menjamin hak atas permukiman warga baru. Prasyarat untuk konsolidasi lahan adalah pengakuan hak komunal agar konsolidasi lahan bisa terjadi.
Untuk mendapatkan Pollicy Paper Lengkap Silahkan Download DISINI