Lompat ke konten

Pengembangan Ekonomi Desa Berbasis Aset

Studi IRE (2012) di Kabupaten Kupang-Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah memetakan masalah kemiskinan yang dihadapi desa Oebelo di Kecamatan Kupang Tengah dan Oematunu di Kupang Barat Kabupaten Kupang, dan program pembangunan yang dilaksanakan di desa tersebut. Secara umum warga di dua desa tersebut hidup dalam kemiskinan. Dapat diperkirakan bahwa lebih dari 22 persen penduduk hidup dalam kemiskinan. Masalah kemiskinan di dua desa tersebut terkait dengan terbatasnya jumlah dan kualitas infrastruktur dan livelihood.
Di bidang infrastruktur, setiap kepala keluarga (KK) telah menempati rumah, tetapi kebanyakan masih menempati rumah tidak layak huni. Program rehabilitasi rumah dari pemerintah pusat sudah masuk, tetapi belum merata di setiap desa. Program mandi cuci dan kakus (MCK) juga dikenalkan, terutama pembangunan sumur, tetapi dalam prakteknya masih banyak rumah yang belum memiliki air bersih. Listrik juga belum dinikmati secara merata oleh keluarga, khususnya dari warga baru.
Sementara di bidang livelihood, semua warga telah memiiki pekerjaan dan selama orang mau bekerja di sektor pertanian dan peternakan maka ada peluang untuk mendapatkan pekerjaan. Bagi yang tidak mempunyai tanah, mereka tergolong miskin bisa hidup dengan cara menyakap tanah atau memelihara ternak milik orang lain yang relatif kaya. Pokok persoalannya adalah usaha ekonomi petani, peternak, dan nelayan bersifat subsisten, sekedar menyambung hidup dan tidak berorientasi sebagai bisnis. Selain itu, belum ada kesadaran akan pentingnya ekonomi pasar untuk mendongkrak kesejahteraan hidup. Hasil bumi dan ternak ataupun garam tetap rendah harganya di desa. Ongkos angkut mahal, infrastruktur tidak mendukung, pedagang langka dan tidak ada industri di pedesaan dan bahkan di kecamatan yang berfungsi mengolah hasil produksi dari petani.
Desa Oebelo dan Oematnunu seperti desa lainnya di Kabupaten Kupang menjadi salah satu lembaga terdepan yang mengurusi kesejahteraan masyarakat desa. Penataan sistem, kelembagaan dan SDM desa telah memungkinkan desa Oebelo dan Oematunu memiliki RPJMDes, menjalankan progam Desa sebagaimana diamanatkan dalam RPJMDes, dan mengusulkan program SKPD untuk desanya. Fakta mengungkapkan pula bahwa desa bisa membangun untuk mengikis masalah buruknya infrastruktur melalui skema program PNPM Mandiri Pedesaan (MP). Desa Oebelo misalnya menggunakan dana Rp. 279.332.976 dari PNPM MP untuk infrastruktur dan SPP (Simpan Pinjam untuk Perempuan). Selain itu, dua desa tersebut masing-masing menggunakan dana progam Anggur Merah yang merupakan kebijakan Pemprov. NTT senilai Rp. 250 juta/desa untuk pembangunan infrastruktur dan ekonomi.

 

Walaupun demikian, sejauh ini, masalah desa belum teratasi sekalipun sudah ada program PNPM MP, Program Anggur Merah dari Prov. NTT maupun Program Desa Unggul dan Mandiri (DUDM) dari Pemkab Kupang. Sepintas, dalam jangka pendek, model pendekatan dan skema kerja program tersebut memang menolong desa dalam upaya mengatasi masalah krusialnya yakni infrastruktur maupun bantuan untuk kelompok ekonomi produktif. Tetapi di masa depan, skema program tersebut niscaya akan gagal dalam mendorong emansipasi di level desa dan hanya menimbulkan ketergantungan. Penggunaan anggaran yang sudah didesain dari supra desa (Kabupaten, Provinsi, Pusat) membuat desa tidak leluasa untuk menggunakan anggaran yang masuk desa tetapi sebatas menjalankan instruksi atau petunjuk teknis yang sudah ditentukan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.