Lompat ke konten

Menjawab Masalah Sulit Modal Dengan Membangun Sistem Modal Mandiri

Pembangunan, Pasar dan Perempuan

Berdasarkan data BPS (2011), 63% penduduk miskin berada di desa. Bicara soal kemiskinan di desa, perempuan menjadi kelompok paling rentan. Secara umum, dilihat dari perspekti f IPG (Indeks Pembangunan Gender), menurut badan Pusat Stati sti k (BPS) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP&PA), IPG Indonesia mengalami peningkatan. Namun jika dilihat dari indikator-indikator komposit penyusun IPG sendiri, masih terdapat kesenjangan yang cukup curam antara laki-laki dan perempuan, khususnya dalam hal pendapatan karena jumlah upah yang diterima pekerja perempuan hanya berkisar 50 persen dari jumlah upah pekerja laki-laki.Dilihat dari Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) atau Gender Empowerment Measurement (GEM) nilainya masih peningkatan setiap tahun, namun ti dak signifi kan. GEM diukur berdasarkan angka partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politi k, dan pengambilan
keputusan. Berdasarkan catatan BPS dan KPP&PA, GEM Indonesia meningkat dari 0,623 pada tahun 2008 menjadi 0,635 pada tahun 2009. Walaupun demikian, dalam pandangan pemerintah sendiri, angka tersebut masih mengindikasikan bahwa peningkatan kesetaraan gender di bidang ketenagakerjaan, ekonomi dan politik belum naik secara berarti.

Proses pembangunan diharapkan mampu melahirkan pertumbuhan, sehingga masyarakat dapat berproduksi untuk meningkatkan pendapatan. Dengan pendapatan, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya hingga mencapai kebahagiaan. Demikianlah, tujuan ideal penyelenggaraan pembangunan ekonomi. Namun,
tidak selamanya pembangunan ekonomi selalu dapat memenuhi harapan masyarakat. Konsep pembangunan berorientasi pemusatan pertumbuhan di kota, yang pada awalnya dicanangkan sebagai skenario mengurangi penumpukan lapangan kerja di desa, ternyata hanya melahirkan buruh-buruh perusahaan berkualitas rendah. Transfer tenaga kerja dari desa ke kota yang menurut W. Arthur Lewis dimaksudkan untuk mengurangi zero marginal labor producti vity (surplus labor) di satu sisi telah mengurangi penumpukan tenaga kerja di sektor ekonomi tradisional (subsistence). Tapi di sisi lain, dukungan sektor pendidikan yang masih melahirkan keti mpangan antara perempuan dan laki-laki, mengkondisikan desa menjadi semacam
rumah produksi tenaga kerja berkualitas rendah. Karena kesempatan bersekolah perempuan lebih rendah dari laki-laki, akibatnya ti dak sedikit tenaga kerja perempuan yang menerima gaji dibawah standar
hidup layak.

 

Dina Mariana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.