Kebijakan tentang perkebunan sawit di Indonesia telah menciptakan kerentanan bagi petani sawit terutama petani sawit swadaya/mandiri. Relasi tidak adil (unfair relation) antara smallholders dengan perusahaan pengolah sawit serta pemerintahan lokal, masih terus berlangsung sampai hari ini. Kebijakan pemerintah lebih berpihak kepada perusahaan. Menutup peluang bagi pemerintah daerah untuk melakukan upaya perlindungan terhadap petani sawit. Sehingga kerentanan yang dialami oleh petani sawit terkesan diabaikan dalam relasi kuasa politik dan modal yang unfair ini.
Kerentanan yang dialami petani sawit tersebut berisiko terhadap keberlanjutan sektor ini sebagai sumber penghidupan di masa depan. Desa-desa yang memiliki perkebunan dan petani sawit (desa sawit) seharusnya mulai mempertimbangkan keberadaan lembaga sosial dan ekonomi lokal guna merespons secara serius fenomena kerentanan ini. Studi IRE-OXFAM yang dilakukan Anwar (2017), Prayitno (2017) dan Angga (2017), masing-masing di Desa Tanjung Makmur (Tanjung Jabung Barat), Desa Ensalang dan Desa Perongkan (Sekadau) tentang pengembangan lembaga sosial-ekonomi di desa-desa berbasis sawit memperoleh temuan-temuan yang menarik untuk dielaborasi menjadi agenda kebijakan bagi pemerintahan pusat, daerah, dan desa.
Studi tersebut menunjukkan bahwa lahan sawit adalah potret agroindustri yang melibatkan banyak aktor, mulai dari petani (swadaya, plasma, dan buruh kebun), perusahaan, lembaga ekonomi lokal, tengkulak, pemerintah desa, hingga negara. Meski demikian, di antara banyaknya aktor tersebut titik kerentanan justru ada pada petani sawit (terutama petani skala kecil (smallholders) dan buruh tani) sebagai salah satu aktor utama dalam proses produksi komoditas sawit. Perubahan tata guna lahan ke arah pertanian monokultur menjadikan ketergantungan penghidupan mereka pada sektor sawit semata. Meski terjadi peningkatan pendapatan, petani skala kecil (terutama petani plasma) masih rentan mengalami kemiskinan manakala mereka tak memiliki simpanan aset yang memadai (Cahyadi & Waibel, 2015).