“Kick Off Meeting Memperkuat Kemitraan Strategis Warga Aktif dan Pemerintahan Desa untuk Mengembangkan Inovasi dalam Penganggaran Desa Partisipatif”, yang dilaksanakan hari Rabu, 19 Juli 2017 merupakan rangkaian kegiatan Konsorsium Pemberdayaan Kelompok Marginal Desa yang dilaksanakan oleh beberapa gabungan elemen seperti IRE Yogyakarta, PSPK UGM, KPI, LAKPESDAM NU, CCES, dan MITRA WACANA yang bekerjasama dengan KOMPAK (Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan) yang memiliki tujuan untuk mendorong pelaksanaan UU Desa.
Acara dimulai dengan pembukaan yang diisi oleh pak Titok Hariyanto, S.IP selaku Project Manager Konsorsium ini. Beliau lebih banyak menyampaikan terkait review mengenai project ini untuk mengingatkan kembali bagaimana proses terwujudnya kerjasama dari berbagai aktor hingga bisa membentuk Konsorsium ini.
Selanjutnya beliau juga menjelaskan terkait sasaran area dari project ini yaitu ada 3 sasaran area strategis berupa Kelompok Marginal (KM), Kelompok Intermediatery (KI), dan Pemerintahan Desa(pemerintah desa dan BPD). Para KM akan didorong untuk meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan advokasi untuk memenuhi kebutuhan mereka. KI akan didorong semakin aktif dalam mempromosikan perencanaan desa yang lebih transparan dan akuntabel. Sedangkan pemerintah desa dan BPD didorong agar lebih responsif terhadap aspirasi kelompok marginal (KM) dan transparan serta akuntabel.
Project ini di tingkat Kabupaten bertujuan untuk mendorong kabupaten untuk melakukan Replikasi, dan Memperbaiki Regulasi terkait BPD, dan perencaaan penganggaran yang partisipatif. Dalam memperbaiki Regulasi terdapat 2 tujuam utama yang ingin dicapai, yaitu Critical Review dan Draft Regulasi. “Assesment hanya akan dilakukan di 6 Kabupaten non KOMPAK, 4 Kabupaten di Jawa tengah dan 2 Kabupaten di Jawa Timur”, imbuh Pak Titok terkait penjelasan dimana area assesment yang akan dilaksanakan.
Selanjutnya pembukaan dilanjutkan oleh Tim SC (Steering Committe) konsorsium ini yang terdiri dari Bapak Sunaji Zamroni, M.Si dari IRE Yogyakarta yang menyampaikan napak tilas terkait terwujudnya Konsorsium ini hingga sudah mencapai implementasi Project yang ditandai dengan dilaksanakannya Kick Off Meeting pada tanggal 18 Juli 2017. Lalu penyampaian dari Dr. Bambang Hudayana perwakilan dari PSPK UGM yang menyampaikan terkait pelaksanaan project memiliki tantangan pertama kepada implementasi di kelompok marginal yang terdiri dari masyarakat desa yang memiliki keinginan yang rendah untuk berani melakukan perubahan di desanya. Dr. Khamami Zada perwakilan dari LAKPESDAM PBNU menyampaikan ucapan terima kasih kepada pak Sunaji dan SC yang lain dan Pak Titok selaku Project Officer karena kinerjanya selama ini dan menyarankan Pak Sunaji sebagai Koordinator SC.
Lalu Ibu Rindang Farihah, S. Ag perwakilan dari MITRA WACANA mengharapkan konsorsium ini dapat mewujudkan output yang sudah dirumuskan dan diharapkan kerjasama kepada para seluruh elemen yang saling bersinergi dengan menyesuaikan ritme yang ada di desa. Penyampaian yang terakhir yaitu dari Bapak Imam Prakoso, SE perwakilan dari CCES menyampaikan bahwa Kickoff ini merupakan momentum penting untuk mengingatkan lagi bahwa kita harus memiliki feel yang bisa mewujudkan perubahan-perubahan di desa. Harapannya proses ini dilaksanakan dengan santai karena akan ada situasi under pressure yang pasti memiliki gesekan dengan anggota yang lain.
Sesi selanjutnya yaitu sesi pertama adalah mengenai pemaparan materi mengenai Pengorganisasian Kelompok Marginal Desa yang disampaikan oleh Dr. Bambang Hudayana (PSPK UGM). Beliau menjelaskan bahwasanya kita semua adalah aktor pengorganisasian atau Community Organizer/ fasilitator yang bertugas untuk mempermudah orang lain menyelesaikan masalah terutama di desa. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan elemen-elemen di desa yang belum terorganisir. Dijelaskan juga bahwasanya syarat untuk dapat melakukan pengorganisasian di desa adalah diterima dan dipercaya oleh masyarakat desa tersebut.
Tips yang pertama agar Community Organizer/ fasilitator dapat dipercaya adalah dengan berperilaku Komunikatif, sering melakukan Silaturahmi dengan warga desa, dan Berkawan dengan siapapun aktor yang ada di desa. Salah satu media yang bisa digunakan untuk mempraktikkan tips-tips tersebut adalah dengan makan bersama, memanfaatkan perkumpulan lokal(pengajian,dll). Tips yang kedua, yaitu seorang Community Organizer/ fasilitator harus dapat merubah masalah sosial di desa menjadi kesempatan yang dapat memperbaiki permasalahan sosial. Tips ketiga yaitu seorang Community Organizer/ fasilitator harus dapat menjadi motivator terutama bagi masyarakat desa. tips yang terakhir, yaitu seorang Community Organizer/ fasilitator disarankan untuk memiliki kemampuan teknis yang dapat diajarkan ke masyarakat desa. Misalkan memiliki keahlian terkait teknologi, dan pertukangan.
Berlanjut ke sesi kedua yaitu mengenai Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif Desa yang disampaikan oleh Bapak Sunaji Zamroni, M.Si dari IRE Yogyakarta. Beliau menjelaskan istilah Partisipatif Budgeting atau Penganggaran Partisipatif pertama kali dikampanyekan dalam World Social Forum tahun 2003 yang telah dilaksanakan di Porto Alegre, Brasil yang selanjutnya diadaptasi juga oleh negara Indonesia. Untuk melibatkan masyarakat dalam budgeting, ada 3 kunci, yaitu Alokasi, Lokasi, dan Siapa yang melakukan budgeting tersebut. Partisipasi dipahami menjadi 3 arti, yaitu :
1. Invited Participation, yaitu masyarakat yang diundang partisipasi oleh pemerintah, atasannya dan atas dasar keterikatan keluarga. Sehingga partisipasi yang terjadi tidak sepenuh hati untuk berpartisipasi
2. Popular Participation, yaitu partisipasi yang dibangun oleh aktor non pemerintah
3. Deliberative Participation, yaitu partisipasi yang menggabungkan Invited dan Popular yang menekankan peran pemerintah dan peran aktor non pemerintah untuk mengajak untuk berpartisipasi untuk sama-sama berdialog merumuskan sesuatu.
Partisipasi masyarakat diatur dalam Perencanaan pembangunan didasari oleh PERMENDAGRI NO 114/2014 yang benar-benar membuka peran masyarakat desa untuk dapat berpartisipasi terkait budgeting desa. Cara untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan adalah yaitu dengan cara merubah RPJMDesa dengan alasan perubahan peraturan nasional, atau karena ada bencana alam. Selanjutnya diadakan Musrenbang untuk mengundang warga desa. Selain cara tersebut, untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan, dapat dilakukan dengan memaksimalkan panitia penyusunan APBDesa untuk melibatkan masyarakat dengan lebih banyak. Sedangkan, ruang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan dan pengawasan penganggaran, terdapat pada momentum Social Audit yang pastinya dapat diawasi oleh masyarakat langsung.
Di sesi terakhir yaitu sesi ketiga disampaikan materi terkait Keuangan dan Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan oleh Ibu Rika Sri Wardhini dari Tim IRE Yogyakarta. Ibu Rika menyampaikan bahwasanya para pelaksana proyek yaitu Field Project Officer (FPO). “Konsosium haruslah melengkapi dan menaati mekanisme pelaporan keuangan yang sudah ditentukan oleh KOMPAK”, Tegas Rika.
Resa Huda Firmansyah
Mahasiswa Magang IRE