Pandangan kedua lain lagi, karena kelompok ini peduli dan menganggap keberadaan Posyandu sebagai penyedia layanan kesehatan dasar yang nyata. Namun demikian kelompok kedua ini salah kaprah dalam
memperlakukan Posyandu. Posyandu diperlakukan given sebagai insti tusi korporati s dari negara yang terdistorsi perannya sekedar mengurusi kesehatan ibu hamil dan stati sti ka tumbuh kembang balita. Kelompok kedua ini meski sibuk pontang panti ng mengurusi Posyandu, namun statis dalam memperlakukan Posyandu dalam semesta perubahan sosial dan kebijakan pembangunan. Keberadaan Posyandu ternyata diperlakukan berbeda bagi Nini Gala dan Suryani di Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara. Pun demikian
perlakuan para perempuan kader Posyandu (PKP) di Desa Rora, Kab. Bima, Desa Kekeri, Kab. Lombok Barat, Desa Siomanuru, Kab. Buton, Desa Lalemba, Kab. Muna, Desa Panakkukang, Kab. Gowa, Desa Kayu
Bau’, Kab. Selayar, Desa Oleominana, Kab. Kupang, dan Desa Kasetnana, Kab. TTS. Para PKP dan stakeholders (pemerintahan desa/kelurahan, tokoh masyarakat) di daerah-daerah tersebut tadi, bukan abai atau statis dalam memperlakukan Posyandu, namun mereka tercatat melakukan langkah dan gerak nyata, yaitu membangkitkan Posyandu sebagai unit layanan sosial dasar yang terpadu.
Sunaji Zamroni