Institusi lokal biasanya dipandang dalam dua bentuk yakni organisasi lokal dan pranata sosial. Sebagai organisasi, institusi lokal bisa berupa pemerintah desa-dusun, RT-RW, PKK maupun kelompok karang taruna hingga organisasi berbasis warga/komunitas. Hal ini tentu masih bisa ditambah lagi dengan kelompok berbasis adat, kelompok berbasis pekerjaan di desa semisal peternak atau petani. Sementara dalam bentuk pranata sosial biasanya dikenal dalam bentuk gotong royong, sambatan, bersih dusun dan sebagainya. Di Gunungkidul-Daerah Istimewa Yogyakarta, intitusi lokal yang berbentuk organisasi maupun pranata sosial sama-sama semarak. Studi yang dilakukan Institute for Research and Empowerment (IRE) dan Pemda Gunungkidul (2012) mencatat bahwa institusi lokal tumbuh dan berkembang di desa-desa di Gunungkidul sejak lama. Keberadaan institusi lokal tersebut juga menjadi bagian dari gerakan lokal dalam mendorong pembangunan, penanggulangan kemiskinan hingga prakarsa membangun kesejahteraan.
Tidak bisa dipungkiri, institusi lokal juga menjadi sarana bagi warga untuk meretas jalan mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Hal ini karena beberapa institusi lokal yang ada, baik yang berupa institusi lokal asli seperti rasulan maupun yang berbentuk organisasi misalnya kelompok pengelola wisata, menjadi arena yang mampu menjadi sumber penghidupan. Dalam kegiatan rasulan misalnya, banyak warga yang memanfaatkannya untuk berjualan makanan-minuman bahkan mainan anak. Tidak sedikit warga yang awalnya berjualan bakso dalam rasulan akhirnya berjualan secara permanen dengan membuka warung sendiri.
Namun demikian, tidak mudah bagi warga untuk bisa memanfaatkan institusi lokal sebagai sarana memperoleh kesejahteraan. Pada satu sisi, institusi lokal memang memberi peluang bagi warga untuk bisa terlibat sehingga memperoleh manfaat ekonomi. Tetapi tidak jarang pula institusi lokal yang ada selama ini justru sering melakukan eksklusi terhadap inisiatif, pemikiran dan nilai-nilai yang bisa membuka peluang individu atau komunitas keluar dari keterbatasan. Dalam kondisi tersebut, diperlukan institusi lokal yang memiliki karakter inklusif sehingga memberi nilai kemanfaatan tidak hanya terbatas pada warga berdasarkan ikatan kekerabatan atau kesamaan dusun/kampung tetapi berbasis pada usaha menolong warga miskin di lingkungannya. Hal ini misalnya bisa dilihat dari upaya kelompok wisata Wira Wisata di Desa Bejiharjo yang memberi peluang kerja tidak hanya bagi warga dusunnya tetapi warga yang ada di sekitar dusun yang memang membutuhkan pekerjaan.
Tulisan ini hendak menyajikan institusi lokal yang bisa menjadi sarana bagi warga untuk menggapai kesejahteraan dan kemakmuran. Tulisan ini berdasarkan riset yang dilakukan IRE dan Pemda Gunungkidul (2012) di beberapa desa di Gunungkidul. Ide dasar tulisan ini adalah mendorong adanya perluasan kemanfaatan institusi lokal tidak hanya pada orang yang satu keluarga atau satu kampung tetapi bisa berguna bagi komunitas yang lebih luas terutama bagi warga miskin.
Download Policy Brief : Institusi Lokal untuk Kesejahteraan Bersama
Selamat siang, saya tertarik untuk membaca policy brief di atas tetapi mengapa tidak tersedia ya?
Maaf agak lama merespon. Silahkan sudah bisa mba. Terima kasih