Awalnya tim peneliti Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta (2012) melakukan assesmen di beberapa negeri dan kelurahan yang akan menjadi sasaran utama Program MATASIRI. Studi penjajakan itu berhasil mengungkap banyak persoalan mendasar, di antaranya adalah bahwa masyarakat eks pengungsi di Ambon dan Seram (Maluku) masih menghadapi berbagai masalah. Ragam masalah tersebut antara lain; soal akses pekerjaan, minimnya fasilitas publik, masih tinggal di rumah sewaan, dan susahnya terlibat dalam proses perencanaan pembangunan di negeri atau kelurahan masing-masing. Keterlibatan masyarakat eks pengungsi yang minim dalam proses Musrenbang Negeri (nama desa di Ambon, Maluku) memberikan sinyal negatif bagi upaya mengembangkan Negeri yang tanggap damai.
Dalam kenyataannya, pelaksanaan kegiatan pembangunan negeri berjalan tanpa panduan sebuah dokumen perencanaan yang dirumuskan bersama-sama antara masyarakat dengan pemerintah melalui Musrenbang negeri. Wal hasil, dinamika Musrenbang negeri selama ini berjalan secara minimalis tanpa memakai pandu arah yang terukur dan tertuang dalam dokumen induk perencanaan negeri, misalnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Negeri (RPJMNeg). Fakta ini teridentifikasi di tengah perjalanan forum diskusi, lokakarya maupun pelatihan bersama-sama dengan pengelola pemerintahan negeri maupun masyarakat pada umumnya.
Permasalahan ini kian berlipat imbasnya karena dalam kenyataannya, hampir semua negeri yang menjadi sasaran Program MATASIRI belum memiliki dokumen perencanaan yang kokoh dan berbasis kebutuhan warga. Jikalau ada program-program pembangunan yang masuk ke negeri, program tersebut bisa dikatakan sebagai “kebaikan hati” dari pemerintah supranegeri atau hasil lobby dari pihak-pihak tertentu yang punya akses ke elit politik tertentu, sehingga tidak berbasis pada dokumen perencanaan pembangunan negeri.
Selain itu, tidak adanya “anak negeri” yang mumpuni membuat dinamika Musrenbang negeri berjalan hambar dan terkesan tidak ada penyegaran. Akibatnya, pembangunan berjalan “apa adanya” dan tanpa greget, apalagi berupaya menjawab kebutuhan maupun permasalahan yang berkembang di masyarakat negeri. Salah satu tantangan, bahkan perdebatan awal, dalam pengelolaan Program MATASIRI di Ambon dan Seram adalah, apakah program ini akan menghadirkan fasilitator dari luar Ambon-Maluku atau mendorong munculnya “anak negeri” dan melakukan transformasi pengetahuan secara perlahan-lahan? Memang, jika program ini mengambil fasilitator dari luar yang sudah “jadi,” maka Program MATASIRI ini niscaya akan berhasil menghadirkan dokumen perencanaan pembangunan sebagaimana diharapkan. Dari sisi implementasi program, bisa jadi strategi ini lebih baik. Tetapi dari sisi pemberdayaan dan transformasi sosial, strategi ini tentu instan belaka dan tidak akan meninggalkan legasi yang baik dan berkelanjutan.
MATASIRI, yang sebenarnya merupakan kependekan dari Maluku Sejahtera, Sehat, dan Mandiri, merupakan program yang bertujuan untuk mendukung keberlanjutan perdamaian di Maluku melalui pemberdayaan ex Internally Displace Persons (ex-IDPs) atau para mantan pengungsi (eks pengungsi) internal, agar mereka terintegrasi menjadi komunitas-komunitas yang aman, produktif, dan berkeadilan. Upaya integrasi ini disinergikan dengan kegiatan penguatan negeri sebagai salah satu basis penghidupan masyarakat secara menyeluruh. Dengan kata lain, apabila negeri diperkuat kapasitasnya, maka upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi keniscayaan, baik secara umum seluruh warga negeri, termasuk di dalamnya adalah ex-IDPs.
Pada akhirnya, program ini mendorong dan mencari “anak negeri” yang punya komitmen kuat untuk menjadi katalisator pembangunan negeri. Ibarat mencari talenta untuk ajang penyanyi berbakat, pada fase berikutnya tim IRE dan Mercy Corps mencari kader lokal tersebut ke pelosok negeri yang menjadi sasaran Program MATASIRI. Dalam skema Program MATASIRI, kader lokal ini selanjutnya kami sebut sebagai fasilitator negeri yang kemudian juga diajak berdiskusi melalui serangkaian pelatihan peningkatan kapasitas, lokakarya, dialog kebijakan, pendampingan, hingga kunjungan belajar di beberapa tempat inspiratif di Yogyakarta.
Buku ini dimaksudkan untuk merekam catatan penting dan pengalaman berharga dari kerja-kerja advokasi bina damai melalui skema Program MATASIRI, terutama yang berkaitan dengan proses penyusunan RPJM Negeri dan Renstra Kelurahan di Ambon dan Seram (Maluku), yakni di negeri-negeri dan kelurahan yang menjadi sasaran program. Harapannya, hasil dokumentasi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang punya perhatian terhadap isu serupa, dan secara khusus mampu memberikan wacana alternatif dan inspiratif yang berkaitan dengan upaya advokasi perencanaan dan penganggaran daerah yang beranjak sembuh dari konflik horizontal.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Komisi Eropa (European Union), Mercy Coprs Indonesia maupun Mercy Corps Ambon, Pemerintah daerah Maluku Tengah, Pemerintah Kota Ambon, dan Pemerintah daerah Seram Bagian Timur, atas kerjasama dan dukungannya dalam pelaksanaan Program MATASIRI secara keseluruhan.
Dengan penuh penghargaan kami juga mengucapakan terimakasih kepada para peneliti IRE Yogyakarta yang telah memberikan kontribusi luar biasa dalam mensukseskan Program MATASIRI. Mereka telah memberikan dukungan substantif, baik dalam bentuk karya istimewa modul-modul pelatihan maupun dalam bentuk curahan waktu dan tenaga profesionalnya ketika menjadi narasumber, pelatih, dan fasilitator, dalam berbagai kegiatan Program MATASIRI. Tidak sedikit pula para peneliti dan profesional lain dari luar IRE yang turut ambil bagian dalam kerja-kerja advokasi ini, karena itu, apresiasi maksimal dan ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada mereka semua.
Dengan bangga, apresiasi tinggi juga kami alamatkan kepada para fasilitator lokal atau fasilitator negeri, yang mengambil peran sangat besar dalam membantu memfasilitasi negeri dan kelurahan serta warga masyarakat yang menjadi sasaran program, sehingga kerja-kerja advokasi yang cukup panjang ini bisa berjalan dengan baik. Secara khusus, buku ini juga kami dedikasikan kepada almarhum Anthony Temtalahitu—fasilitator lokal dari Negeri Soya, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon—yang sejak awal turut ambil bagian dalam rangkaian kegiatan Matasiri dan secara intensif mendampingi warga Negeri Soya hingga akhir hayatnya.
Tim MATASIRI