Jagad politik Indonesia diriuhkan oleh ekses-ekses tertentu demokrasi elektoral dalam kurun dua dekade ini. Ratusan daerah dan ribuan desa dalam waktu serentak telah merayakan pemilu yang ditabalkan sebagai ikon demokrasi, untuk mencari kepala daerah dan kepala desa. Namun kini banyak kalangan mulai terusik dengan patologi elektoral: dari menyoal partisipasi warga, kandidasi calon yang elitis, politik uang, peta jalan politik kesejahteraan, sampai merebaknya trend praktik koruptif para aktor “jebolan kontes demokrasi” ini.
Demokrasi pada akhirnya hanya berhenti pada “kontes antaraktor” dalam berburu jabatan politik kepala pemerintahan maupun jabatan wakil rakyat. Sehingga terjadi pembajakan demokrasi local oleh para elitnya, (Demos, 2005). Bahkan nyaris tidak terdengar lagi semangat berdemokrasi paska politik elektoral. Demokrasi electoral akhirnya dituding tidak terhubung dengan kehidupan sehari-hari aktor penguasa dan para wakil rakyat sesudahnya.
Banyak pihak mulai meyakini demokrasi liberal mengalami krisis makna dan kemanfaatan. Keyakinan tersebut berangkat dari praktik demokrasi liberal di Indonesia yang mengagungkan tradisi individualisme ternyata memunggungi nilai-nilai tradisi bangsa Indonesia yang sarat dan lekat dengan karakter masyarakat komunitarian.
Berpijak pada merebaknya situs-situs perdebatan yang menyoal demokrasi tersebut, IRE Yogyakarta sebagai bagian dari gerakan masyarakat sipil di Indonesia, terpanggil untuk urun rembug. Bahwa demokrasi memang harus terus dikonsolidasikan dan dikembangkan di Indonesia. Tetapi yang penting diagendakan saat ini adalah proyek besar pengembangan demokrasi alternatif di Indonesia. Momentum pelaksanaan UU No 6/2014 tentang Desa (UU Desa) bisa menjadi situs baru kebangkitan demokrasi alternatif seperti yang dimaksud. Bisa jadi UU Desa menjadi peluang berlangsungnya arus balik demokrasi yang tengah mengalami titik nadir. Mengapa? IRE Yogyakarta meyakini, bahwa UU Desa akan menggerakkan puluhan ribu entitas desa (lebih dari 74.000) mempraktikkan prinsip dan nilai demokrasi desa. Praktik pelembagaan demokrasi desa secara masif inilah yang berpeluang menjadi arus balik demokrasi di Indonesia. Bukan lagi demokrasi liberal yang mengarus deras ke desa, tetapi demokrasi desalah yang mengepung panggung nasional. Keyakinan IRE ini telah ditempuh dengan mendokumentasikan praktik-praktik kepemimpinan, representasi, dan inisiatif warga di desa-desa Pulau Jawa. Ada 10 desa di 5 propinsi Pulau Jawa yang diambil pembelajaran atas praktik-praktik lokalitasnya (stock taking study). Hasil studi lapangan di 10 desa inilah yang menjadi bahan dasar penulisan buku ini.
Para peneliti IRE Yogyakarta telah mendedikasikan segenap kemampuannya untuk menemukan dan menarik pembelajaran berharga atas praktik-praktik berdemokrasi lokal, melalui aspek kepemimpinan, representasi, dan inisiatif warga. Atas nama lembaga kami menyematkan apresiasi yang tinggi atas kerja produktif ini. Tangan dingin manager program demokrasi lokal di IRE, Dina Mariana, telah menghadirkan kerja-kerja kolaboratif dan produktif antar peneliti, yaitu; Titok Haryanto, Sugeng Yulianto, Abdur Rozaki,
Sukasmanto, Dimpos Manalu, Sigit Pranawa, Iranda Yudatama, Fajar Sudarwo, Rajif Dri Angga, dan Nurma Fitrianingrum. Kerja produktif para peneliti IRE didukung pula oleh kerja telaten para asisten peneliti yang bekerja di 10 desa lokasi penelitian. Atas nama lembaga, kami menghaturkan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada mereka, yaitu; Romli (Desa Cangkudu, Tangerang), Hendra Gunawan (Desa Mekarjaya, Sukabumi), Suyanto (Desa Sidorejo, Kulonprogo), Ahmad Nur Ardiansyah (Desa Nglanggeran, Gunungkidul), Mohammad Fathollah (Desa Panggungharjo, Bantul), Mahmudi (Desa Punjulharjo, Rembang), Melani Jayanti (Desa Umbulharjo, Sleman), Irfan Pranoto (Desa Ringinrejo, Blitar), Hendra Arditya Sakti Mahulae (Desa Gulon, Magelang) Kerja produktif ini pun tidak luput dari sentuhan daya ulet “Ida” Hidayatut Thoyibah, yang dilanjutkan oleh “Deby” Zelvia
Debi Hapsari dalam mengawal kerja-kerja penelitian, penulisan, dan serangkaian menyusun pengetahuan di dalam buku ini. Akhirnya, kami menghaturkan terima kasih kepada semua tim peneliti dan penulis buku ini. Kepada para pembaca buku ini, selamat membaca dan menemukan kritik atas buku ini, agar proyek besar demokrasi lokal ini terus berlanjut dan tidak layu sebelum berkembang.
Yogyakarta, Februari 2017
Direktur Eksekutif IRE
Sunaji Zamroni
Semoga bisa diulas lagi untuk kawasan Indonesia timur dan karakteristiknya.
Semoga ada kesempatan untuk mengulas secara menyeluruh di kawasan indonesia timur yah mas