Lompat ke konten

Desa Mengembangkan Penghidupan Berkelanjutan

  • oleh

buku-riset-kolaboratif

Kata Pengantar
Marwan Jafar

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
dan Transmigrasi Republik Indonesia

KEMISKINAN di desa adalah tantangan yang belum kunjung padam hingga usia Indonesia menginjak usia 70 tahun. Setiap rejim pemerintahan memiliki strategi dan program yang berbeda-beda untuk meningkatkan kesejahteraan warga desa. Tetapi, kenyataannya, sebagian besar penduduk miskin masih ada di desa. Data yang dilansir BPS (Mei, 2015) adalah faktanya dimana jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 10,96 persen (27,73 juta jiwa) dengan prosentase sekitar 62,65 persen penduduk miskin ada di desa.

Pada sisi lain, desa juga masih banyak yang dikategorikan tertinggal dan sangat tertinggal. Penanda utamanya mudah dilihat mulai dari tidak tersedianya profil desa (jumlah penduduk, warga desa yang miskin dsb), kondisi infrastruktur yang tidak memadai, aparatur desa yang tidak kompeten, kantor desa yang tidak berfungsi bahkan ada yang tidak punya hingga abai terhadap potensi atau aset desa yang dimiliki. Hal ini masih ditambah dengan menjamurnya pasar ritel di pelosok desa yang tentu saja mematikan pasar desa maupun warung kelontong yang ada di desa.

Kenyataan ini bukan untuk dikeluhkan tetapi justru harus mendorong kita untuk bekerja keras. Adanya UU No 6/2014 tentang Desa adalah modal penting sekaligus momentum bagi kita untuk menumbuhkan kembali kesejahteraan desa dan mengembalikan desa sebagai tempat yang nyaman untuk hidup, bekerja dan bercengkrama. Lebih dari itu, keragaman desa di Indonesia yang merentang dari Sabang hingga Merauke adalah potensi yang harus dikelola sebaik mungkin dan menjadi perhatian bagi para pengambil kebijakan. Tidak ber lebihan jika salah satu agenda prioritas pemerintahan sekarang adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan sebagaimana tercantum dalam Nawa Cita yang menjadi cetak biru Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Berbasis pada cetak biru tersebut, kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi juga meluncurkan program nawakerja dimana salah satunya adalah mendorong desa mandiri dan menyelamatkan desa (save villages) yang berada di daerah perbatasan dan pulau terpencil, terluar dan terdepan. Desa mandiri adalah keinginan dan cita-cita sekaligus profil desa Indonesia di masa depan. Tetapi, tentu saja tantangannya tidak mudah. Peta jalan menuju desa mandiri tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah baik di level pusat Untuk menuju desa mandiri, jalannya tentu saja tidak mudah. Tetapi tentu saja bukan hal mustahil untuk dilaksa nakan. Hal utama yang penting dilakukan tentu saja menyamakan persepsi dan komitmen untuk bersama-sama dari warga dan pemerintah desa. Tanpa adanya niat yang sama, maka tidak akan mungkin aset dan potensi desa bisa di optimalkan. Untuk bisa optimal, maka kesadaran tentang desa sebagai sumber penghidupan harus terus digaungkan.

Dalam konteks tersebut, buku ini hadir dalam waktu yang tepat. Gagasan tentang desa sebagai sumber penghidupan berkelanjutan dengan memaksimalkan aset atau potensi yang ada di desanya adalah gagasan cerdas yang hadir dari Institute for Research and Empowerment (IRE), sebuah lembaga yang selama ini memang memilki fokus terhadap desa. Sebuah ide yang lahir dari hasil riset bersama antara IRE dengan Pemda Kabupaten Gunungkidul-Yogyakarta.

Buku ini mengingatkan lagi kepada kita bahwa desa bukan hanya lokasi kemiskinan dan ketertinggalan. Desa tidak boleh lagi dijadikan obyek program kementerian hingga SKPD kabupaten. Desa adalah sumber produksi yang harus bisa dinikmati dan digunakan untuk warga desa. Hal ini jelas memerlukan kerja keras semua pihak untuk memetakan potensi dan aset yang dimiliki agar bisa dioptimalkan sebagai sumber penghidupan bagi warga desa. Jika desa sudah bisa menjadi sumber penghidupan bagi warganya, maka kami yakin arus kepergian warga desa usia produktif ke kota akan semakin berkurang dan orang kembali nyaman untuk tetap tinggal di desa. Buku ini dengan baik menyinggung dan memberi contoh tentang bagaimana aset yang ada di desa dimaksimalkan sehingga bisa menjadi alternatif sumber penghidupan bagi warga desa sekaligus berkontribusi memberi tambahan pendapatan ke pemerintah desa.

Dengan begitu, gerakan desa mandiri yang menjadi fokus Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dengan gagasan untuk menjadikan desa sebagai arena sumber penghidupan berkelanjutan menjadi kontekstual. Desa mandiri juga bisa diartikan sebagai desa yang mampu mengoptimalkan sumber penghidupan yang ada di desa untuk sebesar-besar warga desa sehingga mampu memenuhi kebutuhan desa dan warganya.

Hal ini tentu saja sejalan dengan semangat UU Desa yang ingin mengembalikan desa sebagai pusat pertumbuhan dan pusat sumber penghidupan sesuai dengan karakter desa dan kewenangan yang dimiliki. Dengan kata lain, setiap desa dipersilakan mengembangkan potensi dan asetnya secara mandiri dengan fasilitasi pemerintah dan dukungan anggaran dari pemerintah.

Kami yakin, kehadiran buku ini akan menjadi khazanah yang luar biasa baik dalam konteks wacana desa di Indonesia sekaligus menjadi sumber inpirasi bagi para pengambil kebijakan yang memiliki fokus terhadap desa. Buku ini wajib dibaca kader desa maupun pendamping desa sehingga memiliki visi yang sama untuk menjadikan desa sebagai sumber penghidupan berkelanjutan yang berguna bagi warga dan pemerintah desa. Tidak hanya fokus pada hal teknis dalam penyelanggaraan administratif desa dalam melakukan pendampingan. Semoga buku ini menjadi bagian dari tahapan kemajuan desa di Indonesia dan gerakan desa mandiri. Selamat membaca dan semoga buku ini menjadi gizi yang menyegarkan kita dalam memikirkan desa di Indonesia.

Download Buku Desa Mengembangkan Penghidupan Berkelanjutan

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.