Lompat ke konten

BUM Desa untuk Kemandirian Ekonomi Desa

foto-menteri_web

Yogyakarta (30/09/2016. Perlu dukungan banyak pihak, baik itu pemdes dan pemerintah supra desa, untuk memajukan BUM Desa agar mencapai tujuan utamanya. Pendampingan menejemen BUM Desa berupa coaching klinik yang dilakukan IRE, menurut Menteri Desa dan PDT, juga sangat dibutuhkan

Pertumbuhan BUM Desa telah melebihi target Kementrian Desa dan PDT (Kemendesa). Semula Kemendesa mentargetkan dalam satu tahun 5000 BUM Desa. Namun pada pertengahan tahun 2016 sudah berdiri 8000 BUM Desa di seluruh Indonesia. hal tersebut disampaikan oleh Sekjen Kemendesa Anwar Sanusi pada diskusi pengembangan BUM Desa yang diselenggarakan oleh KOMPAK yang bekerjasama dengan IRE.

Dari pertemuan ini Sekjen berharap akan mendengarkan cerita sukses dari pelaku-pelaku BUM Desa. Angka statistic jumlah BUM Desa memang telah melampaui target, namun menurut Sanusi, Kemendesa juga ingin melihat di lapangan berapa jumlah BUM Desa yang dapat diandalkan sehingga dapat dijadikan model untuk direplikasi di seluruh Indonesia.

Hingga saat ini meski sudah ada ribuan BUM Desa yang sudah berdiri, namun keadaannya tidaklah sama. Seperti yang telah kita ketahui bahwa BUM Desa telah dicanangkan sebelum adanya UU Desa, sehingga sudah banyak yang establish seperti BUM Desa Karangrejek, namun ada juga yang baru berdiri seperti BUM Desa Amarta Pandowoharjo, atau bahkan ada desa yang baru berniat mendirikannya. Meski begitu, menurut Astrid Kartika perwakilan dari kedutaan besar Australia, BUM Desa ini merupakan isu utama yang akan terus dikawal kebijakannya meski tidak bisa diseragamkan padahal BUM Desa adalah public services.

BUM Desa ini dapat mempercepat pengembangan ekonomi produktif. Meski tentu saja tidak terlepas dari berbagai tantangan yang menghadang. Secara internal tantangan yang harus dihadapi oleh BUM Desa ialah dukungan dari perangkat desa, manajemen dan tatakelola BUM Desa, dampak langsung untuk masyarakat seperti kepercayaan dan dukungan dari masyarakat, keterbatasan pemasaran produk, dan sedikitnya modal untuk pengembangan.

Sedangkan secara eksternal BUM Desa memiliki tantangan terkait badan hukum yang masih belum jelas, model usaha, dukungan pemerintah supra desa berupa paket kebijakan, dan perluasan jaringan antar BUM Desa. Muchlis, dari Kompak, mengatakan bahwa sebenarnya para pelaku BUM Desa ini membutuhkan dukungan penuh dari pemdes. Secara kelembagaan BUM Desa merupakan lembaga milik desa, namun susunan pengurus dan pengelolanya harus di luar perangkat desa, sehingga dukungan perangkat desa akan menentukan kemajuan sebuah BUMDesa.

Mentri Desa dan PDT, Eko Putro Sandjojo menyampaikan bahwa BUM Desa ini berbeda dengan koperasi. “Misi BUM Desa adalah agar desa mandiri, sedangkan koperasi untuk mensejahterakan anggotanya saja,” kata Eko. Menurutnya, BUM Desa ini memiliki banyak potensi untuk memajukan desa. Untuk menuju ke sana, desa yang maju setidaknya memiliki 3 ciri, yakni fokus pada satu produk (one village one product) dan skala produksi, integrasi dengan BUM Desa lain ataupun BUMD, serta adanya sara pasca panen/produksi. Hal tersebut dilakukan agar desa memiliki jaminan memperoleh harga yang bagus. Agar pengelolaan BUM Desa menjadi baik, mereka juga membutuhkan pendampingan menejemen dan tempat untuk belajar.

Sunaji, direktur IRE, menyampaikan bahwa selama ini IRE telah menemani beberapa desa untuk mendirikan BUM Desa, dan juga mendampingi beberapa BUM Desa yang telah berjalan. Pendampingan yang dilakukan IRE untuk menemani para pelaku BUM Desa baik yang telah establish, yang baru dibentuk, dan sedang akan berniat membantu yakni berupa klinik BUM Desa. Mekanisme coaching klinik yang dilakukan oleh IRE selama ini masih offline. Para pelaku mendatangi IRE dan mengkonsultasikan permasalahan mereka kepada Sukasmanto, seorang peneliti IRE yang juga merupakan pakar ekonomi lokal.

Melani Jayanti
Peneliti IRE

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.